MENGUAK DAPUR
PENERBIT MAYOR
Pertemuan Ke: 20
Hari : Jumat, 1 Juli 2022
Gelombang
:
25
Narasumber : Edi S. Mulyanta
Moderator :
Rusminiyati
“Minder
dalam menulis sebuah rasa didalam hati
yang kadang sering medera, karena ketidak mampuan dan kurangnya ilmu yang
dimiliki. Mencari ilmu di manapun dan dengan siapapun itulah jalan keluar
mengatasinya”. indaryati
Beruntungnya
sebelum pandemi, pemerintah telah mengeluarkan undang-undang perbukuan yang
mencoba format baru digital untuk dapat dikembangkan di dunia perbukuan
Indonesia.
Dunia
penerbitan yang saat ini di bawah IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), menjadi
was-was dan memandang cukup berat tantangan ke depan dunia cetak dan produksi
buku. Undang-undang no 3 th 2017 tentang sistem perbukuan, telah memberikan
isyarat yang tegas akan hadirnya format media digital yang telah diberikan
keleluasaan untuk secara bertahan menggantikan dunia cetak. Dipertegas lagi
dengan keluarnya Peraturan Pemerintah no 22 yang keluar pada tahun 2022, telah
memberikan petunjuk secara tegas untuk memberikan arah ke dunia digital di
penerbitan.
Kita
sebagai penulis harus memahami hal ini, karena atmosfir dunia penerbitan
perlahan-lahan akan berubah, karena posisi penulis menjadi semakin strategis
dalam industri penerbitan.
Hal
tersebut membuat dunia penerbitan bergegas untuk mengubah haluan visi misi
mereka ke arah yang lebih up to date,
menyongsong perkembangan teknologi yang lebih cepat dibandingkan perkembangan
dunia bisnis penerbitan secara umum. Beberapa penerbit yang tidak dapat
mengikuti perkembangan jaman, akhirnya mencoba mengurangi intensitas terbitan bukunya, akhirnya berimbas pula ke
jumlah produksi buku mereka, dan memukul pula pendapatan atau omzet buku
mereka. Penerbit buku di bawah IKAPI adalah penerbit yang mementingkan UUD
(Ujung-ujungnya Duit) untuk mempertahankan kelangsungan bisnisnya. Secara
otomatis cash flow akan terganggu, sehingga banyak penerbit akhirnya berpindah
haluan ke usaha yang lain.
Tahun
2020-2022 merupakan masa paceklik bagi industri penerbitan, akan tetapi berbeda
dengan dunia penulisan yang justru marak-maraknya. Hal ini mungkin karena
aktifitas kita dibatasi, sehingga banyak yang memberikan kesempatan untuk
bekerja dari rumah (WFH)
Penerbit
seperti kami, tidak kekurangan naskah selama pandemi, dengan angka naskah masuk
yang masih stabil. Akan tetapi angka penjualan yang turun hingga 90%, dimana
toko buku sebagai outlet utama kami banyak yang tutup. Sekolah dan kampus
sebagai sumber pendapatan kami juga melakukan proses belajar mengajar secara
daring.
Produksi
buku reguler sempat terhenti, sehingga banyak penulis yang mempertanyakan masa
depan penerbitan di Indonesia secara umum.
Tidak
semua tema buku, ternyata bisa digantikan oleh digital, hal inilah yang
memberikan harapan baru penerbit untuk masih tetap memertahankan lini bisnis
bukunya. Titik balik (rebound) pasar
buku yang lesu tampaknya sudah mulai terasa mulai awal tahun 2022 ini, sehingga
beberapa penerbit yang terlanjur mengurangi produksi bukunya bisa tertinggal oleh
penerbit yang masih konsisten memertahankan produksi bukunya.
Data-data
pemasaran tidak pernah bohong, bahwa beberapa buku dengan tema yang khas
ternyata masih sangat baik di pasar. Nah para penerbit saat ini sedang gencar
untuk tetap mempertahankan lini bisnis, yang memang telah teruji oleh perubahan
jaman. Hal ini memang membutuhkan dana yang luar biasa besa untuk mencoba
menggali lebih dalam pasar-pasar buku yang tidak tergoyahkan dengan
perkembangan teknologi yang begitu gencar. Di dalam dunia Start-up dikenal
dengan strategi bakar uang, nah di penerbit-penerbit masih mencoba untuk
melakukan beberapa penelitian tema yang masih tetap baik di pasar.
Tema
yang menjadi primadona ke depan adalah berkaitan dengan kurikulum baru Merdeka
Belajar
Bapak
ibu tentunya mempunyai pengalaman tentang hal ini, bisa dicoba ditawarkan ke
penerbit. Peluang untuk terbit cukup menarik dengan tema kurikulum yang baru.
Penerbit-penerbit
mayor mempunyai idealisme masing-masing, sehingga perlu diperhitungkan jika
mengusulkan usulan buku ke penerbit-penerbit tersebut.
Toko buku saat ini sudah mulai kembali menggeliat, peluang terbit di lini toko buku memang cukup berbeda dengan lini sekolah maupun kampus.
Tema
buku yang menjadi andalan Toko Buku saat ini adalah tema buku non teks, seperti
buku Anak, Buku Motivasi dan Agama,
Fiksi, hingga buku Masak yang masih nangkrin di 10 besar data buku terlaris di
setiap toko buku di Indonesia.
Yang
menjadi permasalahan klise di dunia
penerbitan adalah masalah modal beserta pembiayaan produksi buku yang cukup
besar nulainya dalam sebuah proyek terbitan satu judul buku.
Konsep
dasar pembiayaan dalam penerbitan buku, adalah penerbitnya yang membiayai. Nah
karena banyak tulisan yang tidak sesuai dengan misi dan visi penerbit akhirnya
tidak dapat terbit. Banyaknya buku yang ditolak penerbit, akhirnya penerbit
memberikan skema lain dalam penerbitannya. Misalnya dibiayai oleh penulisnya
sendiri, baik melalui skema dana pribadi, CSR Perusahaan, Dana Penelitian
Daerah, Dana Sekolah dll.
Skema
penerbitan Indi, sempat marak saat pandemi, dengan pembiayaan dari penulis
akhirnya sebuah naskah dapat diterbitkan. Maraknya penerbitan indi ini ternyata
memicu permasalahan yang lain yang belum pernah terjadi selama saya berkarier
di dunia penerbitan yaitu menjadi langkanya nomor ISBN di perpustakaan
nasional.
Geger
ISBN pun menjadikan permasalah literasi di Indonesia menjadi sorotan dunia.
Begitu besar semangat untuk menulis di Indonesia menjadikan nomor ISBN pun
tidak kuasa menerima energinya. Apakah benar begitu?
Ternyata
ada anomali yang tidak wajar terjadi didunia perbukuan di Indonesia. Wadah ISBN
yang biasanya tersedia dengan mudah untuk mendapatkannya, saat ini menjadi
nomor mewah yang cukup sulit untuk mendapatkannya. Mengapa bisa demikian, hal
ini karena dipicunya keinginan menulis buku hanya untuk mengejar angka kredit
semata, tidak memikirkan apakah tulisan tersebut disebarluaskan ke masyarakat
seperti amanat undang-undang perbukuan 2017.
Apakah
manfaat ISBN tersebut? ini saya ambil dari presentasi perpustakaan nasional
tentang fungsi ISBN
Pemicu
kelangkaan ISBN adalah nomor 5 tersebut, pada dasarnya bukan karena kesalahan
ekosistem penerbitan
Perpustakaan
nasional akhirnya memberikan kebijakan baru untuk ini adalah struktur utama
ISBN, pada publication element menunjukkan jumlah produksi buku yang telah
diterbitkan untuk mengetahu jumlah rata-rata produksi buku sebuah penerbit
Dengan
kebijakan ini, semangat menulis bapak-ibu masih tetap terjaga. Buku adalah
sumber ilmu, yang memang harus disebarluaskan ke masyarakat untuk meningkatkan
literasi di segala bidang.embuat sub nomor untuk menghemat ISBN yang telah
dijatah oleh ISBN Internasional.
Penulis
dapat mencoba menawarkan semua tipe tulisan supaya peluang terbitnya menjadi
lebih besar. Saat ini pasar buku sudah mulai bangkit lagi, akan tetapi produksi
buku sudah terlanjur melambat. Sehingga bulan-bulan ke depan, jumlah judul buku
yang beredar di Indonesia akan mengalami penurunan akibat 2,5 tahun pandemi.
Kesempatan
bagi kita untuk tetap semangat menulis karena pasar buku masih cukup menarik
mengingat buku fisik masih menjadi andalan utama penerbit dalam mencari
peruntungannya.
Kesimpulan
Penerbit
adalah lembaga yang mencari profit, dan mempunyai idealisme dalam menerbitkan
bukunya sesuai dengan visi misinya. Penulis dapat mengikuti idealisme penerbit
dalam menghasilkan buku yang akan dinikmati oleh pembacanya. Kirimkan usulan
penerbitan buku, supaya ide kita dapat ditangkap penerbit dan disebarluaskan ke
pembaca.
Semoga
dapat memberikan gambaran tentang dunia penerbitan di Pasca Pandemi yang cukup
memporak porandakan lini bisnis penerbitan. Semoga pasar buku bisa kembali
pulih, dan naskah bapak ibu sekalian akan menghiasi rak-rak toko buku kembali,
dan tas-tas sekolah anak didik kita
Temanggung,
1 Juli 2022
Lengkap dan informatif resumenya
BalasHapusLengkap buu...gas solo bu
BalasHapus